Tutorial Perubahan
Pada dasarnya, mentalitas manusia itu sulit mengalami perubahan yang mendesak dalam pengertian terjadinya pembelokan paradigma pada arah yang tajam dan menikung. Umumnya, sebuah perubahan memang terjadi secara evolusioner dan bergerak secara perlahan melalui pengalaman eksistensial. Namun terkadang, dalam kondisi tertentu, perubahan memang perlu direbut, bahkan dengan cara dipaksa. Ini yang disebut dengan perubahan revolusioner.
Perubahan secara revolusioner membagi dua aspek, yaitu destruktif dan kreatif. Secara destruktif, berarti menggambarakan perubahan yang menggeser bentuk sistem lama menjadi baru. Dampak dari aspek destruktif ini, bisa membawa pada suasana konflik atau ketidakstabilan mental bagi orang-orang yang merawat status quo dan pikirannya yang dijerat oleh pola konservatif. Sedangkan revolusi dari sudut pandang kreatif, yaitu menggambarkan perubahan yang membawa inovasi dalam sebuah sistem, di mana peluang dan kemungkinan selalu terbuka bagi rencana perkembangan dan pertumbuhan. Selain itu, juga dapat memunculkan ide-ide baru yang lebih segar, selaras dengan denyut zaman, solutif untuk persoalan yang ada. Dalam prosesnya, kerja kreatif ini membutuhkan kesiapan mental untuk membuang metode serta keyakinan yang usang agar bisa memberi ruang pada yang baru.
Namun, yang paling menantang dari setiap transisi menuju perubahan adalah mencuatnya kepanikan yang tak terbendung, sebagai bentuk respon atas kondisi perubahan tersebut, meskipun sulit dibantah bahwa kenyataan hidup manusia adalah perubahan itu sendiri yang terjadi pada setiap detiknya, baik secara fisik maupun mentalitas. Kalaupun perubahan itu tidak disadari, tapi nyatanya manusia modern kini memang selalu berubah-ubah, setidaknya melalui aktivitas berjelajah lewat internet atau teknlogi yang melintas batas ruang. Dalam kebudayaan kontemporer, justru hidup di suatu tempat tidak selalu disebut kolektif. Sebaliknya, kehidupan kolektif tidak mesti bertaut dengan suatu tempat. Maka, dalam konteks perubahan yang selalu bergerak, orang-orang yang pikirannya konservatif, merasa perlu membentengi diri dari setiap perubahan yang ada, meskipun tidak selaras dengan zaman. Ibaratnya, pikiran konservatif ini seperti orang yang membayangkan Dinosaurus agar tetap hidup di waktu hari ini (sekarang).
Dalam kenyataan hari ini, diantara perputaran waktu dan perubahan yang terus bergerak, sebetulnya kultur kita masih mengalami tegangan yang serius antara sudut pandang yang menatap ke depan dan yang menetap di belakang (konservatif). Sedangkan keterbatasan dan kondisi yang serba kekurangan seringkali memantulkan harapan melesat jauh ke depan, dengan alasan perbaikan dan ingin perubahan pada arah yang lebih maju. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita mesti merumuskan perubahan dan kemajuan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sejenak kita perlu menghela napas dan melakukan refleksi, dengan membiarkan kesadaran melihat, menyerap dan mengamati apa-apa yang berkisar di luar diri, lalu memasukkannya menjadi pengalaman pribadi (internalisasi).
*Fayat Muhammad


